WELCOME TO AGUS BLOG

Sabtu, 30 Januari 2010

SEJARAH PAHLAWAN DARI BABEL

Depati Amir adalah putera sulung Depati Bahrin (Wafat tahun 1848), sedangkan Hamzah adalah adik atau saudara kandung Amir. Sebagai putera sulung, Amir menjadi Depati diangkat oleh Belanda karena ketakutan Belanda akan pengaruhnya yang besar di hati rakyat Bangka. Jabatan Depati yang diberikan Belanda kepada Amir atas daerah Mendara dan Mentadai kemudian ditolaknya, akan tetapi gelar Depati tersebut kemudian tetap melekat pada diri Amir dan kemudian kepada Hamzah karena kecintaan rakyat kepada keduanya, disamping kehendak kuat rakyat Bangka yang membutuhkan pigur Pemimpin. Sejak perlawanan rakyat Bangka dipimpin oleh Depati Bahrin (Tahun 1820-1828), Amir dan Hamzah sebagai putera Bahrin, sudah menjadi panglima Perang dan menunjukkan sikap kepemimpinan yang baik, yaitu sifat yang tegas, berani, cerdas dan cakap.Amir dan Hamzah membangun markas besarnya di daerah Tampui dan Belah serta di kaki Gunung Maras, namun secara pasti Pasukan terus berpindah dan bergerak diseluruh pelosok belantara Pulau Bangka. Dalam Pertempuran strategi yang digunakan adalah perang gerilya dengan ciri :- Disamping pasukan utama dibentuk pasukan pasukan kecil dimasing masing distrik yang dipimpin oleh seorang Panglima Perang.- Tugas pasukan kecil ini adalah menyerang pos pos militer Belanda dan parit-parit sebagai pusat kekayaan dan keuangan Belanda, serta membumihanguskan Batin Batin untuk menaikkan moral perjuangan dan menghancurkan sumber logistik musuh.- Melemahkan mental dan moral musuh dengan menyerang kemudian menghilang dengan cepat, mengelabui dan menjebak musuh dengan memanfaatkan kondisi geografis alam Pulau Bangka.- Menghindari pertempuran terbuka dan frontal.- Memasang rintangan dan ranjau sepanjang jalan Pangkalpinang-Mentok.- Mengadakan gerakan kontra mata mata.- Mendatangkan senjata dan amunisi bekerjasama dengan orang orang Cina.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir dan Hamzah, Belanda mengalami kebingungan dan kesulitan, sehingga bermacam strategi dilakukan antara lain:- Parit parit dijaga oleh militer dan di kampung kampung didirikan pos militer.- Mendatangkan orang Indonesia dari daerah lain untuk berperang melawan Amir dan Hamzah.- Memberi hadiah bagi yang dapat memberikan informasi keberadaan Amir dan Hamzah atau yang berhasil menangkapnya.- Melakukan gerakan gerakan militer, benteng stelsel, memperkuat balatentara dan mendatangkan kapal perang untuk mempercepat gerak pasukan guna mendesak dan menumpas perlawanan.- Menawarkan perundingan dengan memberi Gaji dan Tunjangan Kepada Amir dan Hamzah, kepada para Batin dan Mandor kampung untuk mengikat supaya tidak melakukan perlawanan.- Menjanjikan melepas keluarga Amir dan Hamzah yang ditahan.- Melaksanakan perundingan di Kampung Layang dipimpin oleh Kapten Dekker.Kekurangan akan logistik dan kondisi pasukannya yang keletihan karena harus bergerak terus menerus dalam rimba Pulau Bangka yang sangat luas yang menjadi pemikiran Amir dan Hamzah, sehingga ketika pasukannya kembai ke kampung - kampung untuk menggarap ladang pertanian justru menjadi hal yang dianjurkan, karena mengingat kepentingan yang lebih besar yaitu menghindari rakyat Bangka dari kelaparan. Di samping kekurangan pangan dan logistik perang ditambah iklim yang kurang mendukung, menyebabkan dalam peperangan digunakannya peralatan tradisional yang disebut Pidung dan Sumpitan sebagai senjata. Keletihan, kekurangan pangan, dan kondisi alam yang ganas, pertempuran demi pertempuran yang berlangsung hampir tiga tahun tanpa henti disertai penyergapan - penyergapan dan pengepungan menyebabkan pasukan semakin lemah, dalam dua kali penyergapan dipimpin oleh Lettu Dekker di Cepurak pada tanggal 27 Nopember 1850 dan pada bulan Desember 1850 Amir dan Hamzah beserta pengikutnya berhasil meloloskan diri. Dalam kondisi kurus, lemah dan sakit Amir dan Hamzah berhasil ditangkap pada tanggal 7 januari 1851 lalu dibawa ke markas militer Belanda di Bakam, kemudian di bawa ke Belinyu pada tanggal 16 Januari 1851, selanjutnya di bawa ke Mentok. Pada tanggal 28 Pebruari 1851 berangkatlah Amir dan Hamzah kepengasingan di Desa Airmata Kupang Pulau Timor.Perjuangan tidak berhenti dan terus dilanjutkan di Pulau Timor Propinsi NTT dalam bentuk memberikan petuah dan mengatur siasat dan strategi perang bagi pejuang di Pulau Timor dalam melawan Belanda, melakukan dakwah menyebarkan agama Islam (komunitas muslim yang ada di Pulau Timor adalah keturunan Bahrin dan mereka mendirikan masjid di Bonipoi yang bernama masjid Al Ikhlas), serta memberikan pengetahuan tentang sistem pengobatan tradisional bagi masyarakat setempat. Sejarah perjalanan pembuangan yang dramatis ke Pulau Timor selama 6 (enam) bulan di atas Kapal Uap Unrust dengan terus menerus dirantai dan dikerangkeng serta penderitaan di pembuangan (Desa tempat pembuangannya dinamai dengan Desa Airmata) tidak kalah dengan kisah pembuangan Imam Bonjol, Diponegoro, dan Pahlawan Nasional lainnya. Kalau dilihat dari fakta sejarah di atas sangat jelas bahwa Depati Amir dan Hamzah adalah SALAH SEORANG PEJUANG BANGSA DAN SEBAGAI SALAH SATU SIMPUL DARI SEKIAN BANYAK SIMPUL PEREKAT KEINDONESIAAN. Setelah 34 tahun kemudian Amir wafat pada tahun 1885 dan Hamzah wafat pada tahun 1900. Keduanya di makamkan di Pemakaman Batu Kadera Kupang. Pengasingan dan Pembuangan adalah cara yang dilakukan oleh Belanda untuk mengakhiri perlawanan dan menjauhkan pengaruh pemimpin terhadap rakyatnya, hak istimewa untuk mengasingkan dan membuang para pejuang disebut dengan EXORBITANTE RECHTEN. Cara Kolonial ini ternyata sangat efektif untuk menumpas perlawanan rakyat di berbagai kerajaan kerajaan tradisional di daerah. Setelah tertangkapnya Amir dan Hamzah perjuangan rakyat Bangka tidak berhenti dan dilanjutkan oleh pejuang pejuang lainnya seperti Batin Tikal, dan bekas panglima panglima perang lainnya.

sejarah kota pangkalpinang

Pangkalpinang Kota Sejarah Kemerdekaan

Kota Pangkalpinang sebagai ibu kota Provinsi Bangka Belitung (Babel), merupakan kota para pahlawan merebut kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dari penjajahan Belanda dan Jepang.
(Finroll Leisure) - Kota Pangkalpinang sebagai ibu kota Provinsi Bangka Belitung (Babel), merupakan kota para pahlawan merebut kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dari penjajahan Belanda dan Jepang. Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Pangkalpinang, Akhmad Elvian di Pangkalpinang, Rabu, mengatakan, Kota Pangkalpinang merupakan kota pangkal kemenangan para pejuang merebut kemerdekaan RI.

"Pangkalpinang pangkal kemenangan bagi perjuangan dan akhir perjuangan diplomasi dan fisik berakhir pada 27 Desember 1949 di Den Haag dalam Konferensi Meja Bundar, ditandatangani pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Pemerintah Belanda," ujarnya.

Ia mengatakan, banyak peristiwa sejarah pergerakan perjuangan yang terjadi di Bangka seperti pengasingan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia.

"Sekitar 150 orang pemimpin bangsa diasingkan di Bangka di antaranya Presiden Soekarno, Mohd. Hatta (Wakil Presiden), Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, RS. Soerjadarma, MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara)," katanya.

Kedatangan Bung Karno disambut dengan antusias masyarakat Pangkalpinang, mereka menaiki bagian depan Mobil BN 2 dan di sepanjang jalan dielu-elukan masyarakat dan kedatangan Bung Karno memberikan dorongan moril yang sangat besar bagi pejuang-pejuang pro Republik di Bangka, untuk mempertahankan dan merebut kembali kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia mengatakan, dalam masa pengasingan para pemimpin bangsa itu, melakukan perundingan untuk merundingkan bentuk negara Indonesia ke depan. Awal perundingan dilaksanakan di Menumbing, kemudian perundingan pindah ke Pangkalpinang (lokasi sekarang dijadikan Museum Timah Indonesia), karena peserta bertambah dengan hadirnya pejabat KTN (Komisi Tiga Negara).

Sebagai wujud rasa syukur rakyat Bangka terhadap jerih payah perjuangan pergerakan kemerdekaan, kata dia, dibangunlah tugu pergerakan kemerdekaan yang terletak di dalam area Tamansari (Taman Wihemmina), bersebelahan dengan Rumah Residen (Rumah Dinas Wali Kota Pangkalpinang). "Tugu merdeka itu dibuat untuk mengenang perjuangan rakyat Bangka melawan penjajahan Belanda dan masyarakat Pangkalpinang akan terus mengenang jasa-jasa para pahlawan itu setiap peringatan, Hari Pahlawan, Hari Kemerdekaan RI dan hari-hari bersejarah besar lainnya," ujarnya.

(Ant/Ruby)

Senin, 25 Januari 2010

muntok kota sejarah

SEJARAH merupakan penghubung kehidupan masa lalu, masa kini dan masa depan. Sejarah memiliki banyak objek, mulai dari pelaku sejarah sendiri, sampai dengan berbagai benda yang ada di sekitarnya, seperti bangunan, mobil, lukisan, termasuk pula gelas dan piring yang pernah digunakan oleh sang tokoh sejarah.

Di beberapa negara di dunia, sejarah tidak hanya menjadi kutipan dalam buku sejarah atau sekedar menjadi catatan anak sekolah, tetapi lebih dari itu. Cerita sejarah yang terlihat abstrak dapat didiskripsikan menjadi hidup, sehingga kita dapat terbawa ke ratusan tahun yang lalu. Begitu pula dengan objek sejarah berupa bangunan kuno, tentu lebih mudah menghidupkan dimensi masa lalunya.

Icon Kota Muntok


Kota Muntok berdiri pada tanggal 7 September 1734 Masehi. Pertimbangan ini didasarkan pada perintah Sultan Mahmud Badaruddin I kepada Wan Akup pada September tahun 1734 untuk membangun 7 (tujuh) bubung rumah di daratan sebuah tanjung yang terletak di kaki Menumbing dengan nama Muntok. Tujuh bubung rumah sekaligus ditetapkan sebagai tanggal hari jadi Kota Muntok.

Fakta Sebagai Dasar Penetapan :


* Pertama, seperti Prasasti Kota Kapur tahun 686.

* Kedua, pengangkatan Kepala Kampung Ponggor di kaki Bukit Menumbing oleh Mahapatih Gadjah Mada yang diketahui pada tahun 1377.

* Ketiga, saat peristiwa penyerangan Sultan Mahmud Badaruddin untuk merebut kembali Palembang saat singgah di Muntok pada tahun 1721. * Keempat, masa Sultan Mahmud Badaruddin memerintahkan Wan Akup untuk membuka Kota Muntok pada tahun 17241756.

* Kelima, pada akhir September 1733, saat itu Sultan Mahmud Badaruddin I mengangkat Wan Akup sebagai penguasa Muntok dan pengatur penambangan timah di Pulau Bangka dengan gelar Datuk Manteri Setiya Agama. (udy)

Tahun 2010 ini, Babel akan memasuki era wisata Visit Babel Archi 2010. Harapan kita terhadap program ini tentunya sama, yaitu meningkatnya kunjungan wisatawan, baik dalam negeri maupun mancanegara dan akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung.

Sudah siapkah kita ? Jawabannya relatif, tergantung sudut pandang masing-masing. Penulis sekedar memberikan beberapa catatan, khususnya dalam pelestarian benda cagar budaya yang merupakan aset wisata yang dapat diandalkan.

Bangka Belitung memiliki beberapa bangunan kuno yang tidak hanya sebagai jejak sejarah, namun dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, penggalian nilai-nilai budaya dan pariwisata yang menunjang proses pembangunan nasional. Salah satunya adalah Kompleks Giri Sasana Menumbing yang berada di Muntok, Bangka Barat yang memiliki nilai sejarah yang tinggi karena sebagai tempat pengasingan beberapa tokoh nasional, seperti Soekarno, M Hatta, Pringgodigdo, Agus Salim dan Moh Roem.
Kenapa bangunan yang diperkirakan didirikan pada tahun 1927 ini sampai dengan sekarang tidak begitu ngetop?.
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam pelestarian bangunan kuno/sejarah, termasuk Wisma Menumbing sebagai aset sejarah sekaligus aset wisata.
Pertama, faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan karena faktor alam dapat disebabkan karena iklim dan bencana alam. Sementara kerusakan karena ulah manusia seperti pencurian, pencemaran dan vandalisme, yaitu kegiatan manusia yang merusak candi, gedung, tumbuhan, karang, tebing gunung dan jalan dalam bentuk mencorat-coret atau memetik atau mematahkan, untuk menunjukkan bahwa orang tersebut telah mengunjungi tempat tertentu. Ini merupakan kebiasaan salah dan melanggar hukum.

Hal ini juga bisa terjadi pada Wisma Menumbing dan tentunya harus segera di atasi. Pengumuman larangan vandalisme di beberapa tempat sekitar dan dalam wisma diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pengunjung. Namun itu saja tidak cukup, harus ada pengawasan ekstra dengan CCTV. Memang terlihat mahal. Namun kemahalan itu akan terbayar dengan kelestarian aset sejarah, kebiasaan vandalisme akan mulai luntur. Tidak hanya untuk pengawasan, tetapi memunculkan eksklusifitas dan pentingnya wisma dan benda-benda di dalamnya. Namun demikian sanksi yang tegas bagi vandalisme tetap diperlukan guna “penjeraan” dan upaya prenventif bagi yang lain.

Kedua, kelemahan aturan. Minimnya upaya pelestarian bangunan bersejarah seperti Wisma Menumbing juga disebabkan kebijakan yang lemah. Dalam UU Benda Cagar Budaya, ada ketidakjelasan kewenangan dalam pelestarian benda cagar budaya dan minimnya partisipasi swasta dan masyarakat. Oleh karena itu harus ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara teknis tentang kualifikasi, konservasi dan tata cara pengelolaan bangunan bersejarah.

Ketiga, konsep pembangunan modernitas. Kepala daerah berorientasi pembangunan modern dengan indikator keberhasilan berdirinya gedung-gedung pencakar langit, mall-mall, supermarket di setiap sudut kota dan lain-lain. Ini merupakan orientasi pembangunan yang salah, karena terbukti di beberapa negara seperti Belanda, Paris, Yordania, Singapura dan Mesir tetap mempertahankan dan melestarikan keberadaan bangunan kuno yang ada di kotanya. Jadi konsep pembangunan yang harus digunakan adalah penyatuan peradaban masa lalu dengan masa kini, untuk masa depan.

Muntok sebagai kota jalur transportasi seharusnya mengoptimalkan pembangunan dengan mensinergikan antara potensi transportasi dengan potensi bangunan kuno seperti Menumbing, sehingga orang tidak hanya transit, tetapi ada kebutuhan untuk melihat kemegahan Menumbing.

Keempat, mitos yang keliru. Menurut Eko Budiardjo ada lima mitos tentang pendaurulangan warisan budaya yang keliru, seperti mitos biaya daur ulang bangunan kuno yang lebih tinggi dibandingkan mendirikan bangunan baru, tata letak dan ketinggian yang tidak sesuai tuntutan mekanikal elektrikalnya, tingkat kekosongan (vacancy rate) untuk bangunan perdagangan dan kantor pada bangunan kuno lebih tinggi dibandingkan bangunan baru, bangunan kuno yang diremajakan akan memiliki umur lebih pendek ketimbang bangunan baru, dan traumatik generasi tua akan sejarah kelam masa lalu. Semua mitos tersebut tidak selamanya benar, karena beberapa studi kasus bangunan kuno dan hasil penelitian justru mematahkan semua mitos tersebut.

Upaya pelestarian Wisma Menumbing dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran sejak dini akan pentingnya keberadaan benda cagar budaya sebagai warisan sejarah dan kekayaan bangsa, serta menggunakan konsep pelestarian yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan budaya dan sejarah saja, tetapi juga memiliki nilai sosial ekonomi. Dengan demikian diharapkan Wisma Menumbing tidak hanya dikenang sebagai tempat pengasingan sang Proklamator, tetapi dapat menjadi aset sejarah, aset budaya sekaligus aset wisata yang bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Di samping itu, Wisma Menumbing diharapkan menjadi icon Kota Muntok tidak hanya dalam rangka menyambut datangnya Visit Babel Archi 2010, tetapi menjadi Visit Babel Archi All Year.***