WELCOME TO AGUS BLOG

Senin, 25 Januari 2010

muntok kota sejarah

SEJARAH merupakan penghubung kehidupan masa lalu, masa kini dan masa depan. Sejarah memiliki banyak objek, mulai dari pelaku sejarah sendiri, sampai dengan berbagai benda yang ada di sekitarnya, seperti bangunan, mobil, lukisan, termasuk pula gelas dan piring yang pernah digunakan oleh sang tokoh sejarah.

Di beberapa negara di dunia, sejarah tidak hanya menjadi kutipan dalam buku sejarah atau sekedar menjadi catatan anak sekolah, tetapi lebih dari itu. Cerita sejarah yang terlihat abstrak dapat didiskripsikan menjadi hidup, sehingga kita dapat terbawa ke ratusan tahun yang lalu. Begitu pula dengan objek sejarah berupa bangunan kuno, tentu lebih mudah menghidupkan dimensi masa lalunya.

Icon Kota Muntok


Kota Muntok berdiri pada tanggal 7 September 1734 Masehi. Pertimbangan ini didasarkan pada perintah Sultan Mahmud Badaruddin I kepada Wan Akup pada September tahun 1734 untuk membangun 7 (tujuh) bubung rumah di daratan sebuah tanjung yang terletak di kaki Menumbing dengan nama Muntok. Tujuh bubung rumah sekaligus ditetapkan sebagai tanggal hari jadi Kota Muntok.

Fakta Sebagai Dasar Penetapan :


* Pertama, seperti Prasasti Kota Kapur tahun 686.

* Kedua, pengangkatan Kepala Kampung Ponggor di kaki Bukit Menumbing oleh Mahapatih Gadjah Mada yang diketahui pada tahun 1377.

* Ketiga, saat peristiwa penyerangan Sultan Mahmud Badaruddin untuk merebut kembali Palembang saat singgah di Muntok pada tahun 1721. * Keempat, masa Sultan Mahmud Badaruddin memerintahkan Wan Akup untuk membuka Kota Muntok pada tahun 17241756.

* Kelima, pada akhir September 1733, saat itu Sultan Mahmud Badaruddin I mengangkat Wan Akup sebagai penguasa Muntok dan pengatur penambangan timah di Pulau Bangka dengan gelar Datuk Manteri Setiya Agama. (udy)

Tahun 2010 ini, Babel akan memasuki era wisata Visit Babel Archi 2010. Harapan kita terhadap program ini tentunya sama, yaitu meningkatnya kunjungan wisatawan, baik dalam negeri maupun mancanegara dan akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung.

Sudah siapkah kita ? Jawabannya relatif, tergantung sudut pandang masing-masing. Penulis sekedar memberikan beberapa catatan, khususnya dalam pelestarian benda cagar budaya yang merupakan aset wisata yang dapat diandalkan.

Bangka Belitung memiliki beberapa bangunan kuno yang tidak hanya sebagai jejak sejarah, namun dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, penggalian nilai-nilai budaya dan pariwisata yang menunjang proses pembangunan nasional. Salah satunya adalah Kompleks Giri Sasana Menumbing yang berada di Muntok, Bangka Barat yang memiliki nilai sejarah yang tinggi karena sebagai tempat pengasingan beberapa tokoh nasional, seperti Soekarno, M Hatta, Pringgodigdo, Agus Salim dan Moh Roem.
Kenapa bangunan yang diperkirakan didirikan pada tahun 1927 ini sampai dengan sekarang tidak begitu ngetop?.
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam pelestarian bangunan kuno/sejarah, termasuk Wisma Menumbing sebagai aset sejarah sekaligus aset wisata.
Pertama, faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan karena faktor alam dapat disebabkan karena iklim dan bencana alam. Sementara kerusakan karena ulah manusia seperti pencurian, pencemaran dan vandalisme, yaitu kegiatan manusia yang merusak candi, gedung, tumbuhan, karang, tebing gunung dan jalan dalam bentuk mencorat-coret atau memetik atau mematahkan, untuk menunjukkan bahwa orang tersebut telah mengunjungi tempat tertentu. Ini merupakan kebiasaan salah dan melanggar hukum.

Hal ini juga bisa terjadi pada Wisma Menumbing dan tentunya harus segera di atasi. Pengumuman larangan vandalisme di beberapa tempat sekitar dan dalam wisma diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pengunjung. Namun itu saja tidak cukup, harus ada pengawasan ekstra dengan CCTV. Memang terlihat mahal. Namun kemahalan itu akan terbayar dengan kelestarian aset sejarah, kebiasaan vandalisme akan mulai luntur. Tidak hanya untuk pengawasan, tetapi memunculkan eksklusifitas dan pentingnya wisma dan benda-benda di dalamnya. Namun demikian sanksi yang tegas bagi vandalisme tetap diperlukan guna “penjeraan” dan upaya prenventif bagi yang lain.

Kedua, kelemahan aturan. Minimnya upaya pelestarian bangunan bersejarah seperti Wisma Menumbing juga disebabkan kebijakan yang lemah. Dalam UU Benda Cagar Budaya, ada ketidakjelasan kewenangan dalam pelestarian benda cagar budaya dan minimnya partisipasi swasta dan masyarakat. Oleh karena itu harus ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara teknis tentang kualifikasi, konservasi dan tata cara pengelolaan bangunan bersejarah.

Ketiga, konsep pembangunan modernitas. Kepala daerah berorientasi pembangunan modern dengan indikator keberhasilan berdirinya gedung-gedung pencakar langit, mall-mall, supermarket di setiap sudut kota dan lain-lain. Ini merupakan orientasi pembangunan yang salah, karena terbukti di beberapa negara seperti Belanda, Paris, Yordania, Singapura dan Mesir tetap mempertahankan dan melestarikan keberadaan bangunan kuno yang ada di kotanya. Jadi konsep pembangunan yang harus digunakan adalah penyatuan peradaban masa lalu dengan masa kini, untuk masa depan.

Muntok sebagai kota jalur transportasi seharusnya mengoptimalkan pembangunan dengan mensinergikan antara potensi transportasi dengan potensi bangunan kuno seperti Menumbing, sehingga orang tidak hanya transit, tetapi ada kebutuhan untuk melihat kemegahan Menumbing.

Keempat, mitos yang keliru. Menurut Eko Budiardjo ada lima mitos tentang pendaurulangan warisan budaya yang keliru, seperti mitos biaya daur ulang bangunan kuno yang lebih tinggi dibandingkan mendirikan bangunan baru, tata letak dan ketinggian yang tidak sesuai tuntutan mekanikal elektrikalnya, tingkat kekosongan (vacancy rate) untuk bangunan perdagangan dan kantor pada bangunan kuno lebih tinggi dibandingkan bangunan baru, bangunan kuno yang diremajakan akan memiliki umur lebih pendek ketimbang bangunan baru, dan traumatik generasi tua akan sejarah kelam masa lalu. Semua mitos tersebut tidak selamanya benar, karena beberapa studi kasus bangunan kuno dan hasil penelitian justru mematahkan semua mitos tersebut.

Upaya pelestarian Wisma Menumbing dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran sejak dini akan pentingnya keberadaan benda cagar budaya sebagai warisan sejarah dan kekayaan bangsa, serta menggunakan konsep pelestarian yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan budaya dan sejarah saja, tetapi juga memiliki nilai sosial ekonomi. Dengan demikian diharapkan Wisma Menumbing tidak hanya dikenang sebagai tempat pengasingan sang Proklamator, tetapi dapat menjadi aset sejarah, aset budaya sekaligus aset wisata yang bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Di samping itu, Wisma Menumbing diharapkan menjadi icon Kota Muntok tidak hanya dalam rangka menyambut datangnya Visit Babel Archi 2010, tetapi menjadi Visit Babel Archi All Year.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar